Prof Dr Ahmad Satori Ismail
PONDOK Modern Darussalam Gontor merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia, yang sudah mencetak tokoh-tokoh hebat di berbagai institusi maupun elemen masyarakat lainnya. Diantara mereka ada yang menjadi tokoh nasional, guru besar, pengusaha hebat, hingga penggerak-penggerak organisasi yang kiprahnya tidak diragukan lagi.
Keberhasilan para alumninya itu tidak terlepas dari sistem pendidikan yang ada di Gontor. Pendidikan yang membentuk karakter dan mental para santri, itulah yang menjadi sistem pendidikan di Gontor. Menuntut ilmu di Gontor bukan untuk mendapatkan ijazah, namun menjadi manusia yang memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.
Sebab pendidikan yang dapat membentuk kepribadian dan karakter anak didik bukan hanya berupa transformasi ilmu, bukan juga sekedar memahami mata pelajaran saat di sekolah, namun pendidikan adalah bagaimana ilmu dapat membentuk kepribadian sesorang menjadi baik. Mencetak generasi dengan karakter yang dapat memberikan manfaat bagi banyak orang.
Pendidikan seperti itu merupakan pendidikan yang memuat segala aspek, mulai dari aspek kognitif, afektif, psiko motorik, penguasaan mata pelajaran, penyampaian pelajaran oleh guru hingga lingkungan pendidikan yang kondusif, dan keseluruhannya itu mempengaruhi pendidikan.
Ketakwaan Aktif, Dinamis dan Produktif
Di Gontor sendiri, pendidikan karakter itu sudah ditanamkan sejak awal masuk pondok. Yaitu tentang bagaimana seorang santri belajar tentang kepemimpinan, mereka harus siap dipimpin dan siap memimpin.
Selain itu, Gontor juga menekankan pendidikan menuntut ilmu atau Thalabul Ilmi. Hal itu bisa dilihat dari beberapa mata pelajaran yang diajarkan di Gontor, yang mengajarkan tentang menuntut ilmu, cara menuntut ilmu, hingga adab menuntut ilmu. Misalnya pelajaran Hadis yang menjelaskan adab menuntut ilmu yang berbunyi, “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim). Dan masih banyak lagi pelajaran di Gontor yang menjelaskan tentang keutamaan menuntut ilmu.
Pelajaran yang menekankan pada keutamanaan menuntut ilmu di Gontor diajarkan agar para santri mencintai ilmu, mengetahui keutamaan dan adab dalam menuntut ilmu sehingga saat keluar dari pondok para santri bisa terus melanjutkan menuntut ilmu karena kecintaannya tersebut.
Sejak Gontor berdiri, para Kiai Pendiri Gontor meminta para santri untuk terus melanjutkan pendidikan mereka saat keluar dari Gontor, dengan pendidikan setinggi mungkin, namun dengan adab dan tujuan yang baik.
Saya masih teringat, bagaimana Kiai Imam Zarkasyi saat penyerahan ijazah tahun 1976 silam, meminta saya untuk terus menuntut ilmu, melanjutkan pendidikan bahkan hingga menjadi doktor. Namun kata beliau “doktor dakwah” sehingga bisa melanjutkan estafet dakwah Gontor di masyarakat luas.
Pesan itu merupakan salah satu pendidikan karakter yang ditanamkan para kiai dan guru di Gontor kepada santri-santrinya. Membuat melekat dalam ingatan dan menjadi motivasi saat keluar dari Gontor untuk menjadi manusia yang bermanfaat, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah dalam hadisnya yang berbunyi: “Seorang Mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menerima dan tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR Thabrani).
Selain itu, para kiai juga selalu mengatakan kepada para santrinya bahwa Gontor hanya memberikan bibit, dalam hal ini bibit padi. Jika bibit padi itu ditanam dengan baik, dengan cara yang tepat, maka padi yang tumbuhpun akan baik dengan kualitas baik, dan selayaknya padi dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Namun sebaliknya, jika bibit itu ditanam dengan tidak baik, dengan cara yang tidak baik dan tidak tepat, maka padi yang dihasilkan pun padi yang tidak baik, padi yang kualitasnya buruk dan tidak bisa maksimal memberikan manfaat bagi banyak orang.
Demikian pendidikan yang diajarkan Gontor, membentuk kepribadian dan karakter para santri sehingga menjadi orang-orang hebat ketika keluar dari Gontor. Memberikan banyak manfaat kepada masyarakat luas, dan melanjutkan dakwah Gontor ke seluruh Indonesia maupun luar negeri. Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Penulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.